Ini adalah postingan spontan yang berisi cerita yang pasti gue bikin secara spontan juga. Ini genre cerita yang enggak pernah gue bikin sebelumnya dan gue suka banget sama genre ini. Selamat menyaksikan.... Eh membayangkan!
-----------------------------------------------------------------------------------------
Kalau kata orang, ini namanya patah hati.
Orang ini tidak menunjukkan wajahnya. Dia tetap duduk di sudut ruangan sambil menelungkupkan wajah dalam kedua kakinya. Bahunya sedikit naik-turun, sudah jelas dia sedang menangis.
Aku menatapnya dari luar ruangan, tidak ada niat dan keberanian untuk menyapanya. Aku tau dia pasti sedang terluka. Perempuan itu tetap teguh terisak-isak di sana, dan secara tiba-tiba dia mendongakkan kepalanya dan langsung menatap ke arahku. Aku tersentak kaget.
"Lo ngapain di situ?" katanya dengan suara parau. Matanya masih sembab oleh air mata dan napasnya tersenggal-senggal. Sementara di kepalaku masih kosong, aku tidak tau mau jawab apa.
"Pergi." suruhnya dingin dan kembali menelungkupkan wajahnya. Aku semakin tidak tega meninggalkannya.
"Tadi gue lihat kejadian lo berdua sama yeaa.. what they called: mantan lo di luar. Maaf ya," kataku jujur.Ya, aku melihat kejadian mereka 'menghentikan hubungan' di dekat parkiran motor gedung ini. Aku yang baru saja datang, ingin memarkirkan motorku di dekat pohon dekat pintu masuk. Sayang sekali aku tidak melihat kejadian itu dari awal, kalau saja aku datang lebih awal mungkin aku bisa lebih bahagia sekarang.
Dia menatapku. Aku bergerak untuk mendekatinya dan duduk di sana untuk menenangkannya, aku tidak ingin melihat dia terluka untuk kesekian kalinya.
"Kalau kamu terus duduk di situ dan tidak mau keluar, pasti satu gedung ini akan pergi ketika menyadari kamu sudah menjadi mayat," kataku berusaha untuk menghiburnya saat sudah berada di hadapannya. Aku bisa melihat sudut-sudut bibirnya bergerak ingin tersenyum. Rasa kepercayaan diriku pun tumbuh ketika tau aku bisa membuatnya terhibur.
"Gue akan menjadi kuntilanak tercantik di sini jika gue mati," Senyumnya semakin terkembang. Aku pun ikut tersenyum lebar. Aku membangkitkan badanku kemudian memajukan tangan ingin membantunya berdiri dari sana. Aku ingin dia segera melupakan cowok brengsek yang berani menyakiti perempuan yang kucintai ini. Dia tersenyum manis kemudian menyeka air mata dari wajahnya dan menyambut tanganku dengan cepat. Hatiku sedikit bergetar ketika dia membalasnya secepat ini.
Dia berdiri di hadapanku. Tanpa melepas senyum manisnya, dia berkata. "Makasih ya, Sarah."
***